Ada yang tumbuh di antara diam,
bukan kata, bukan pula salam.
Ia hadir dalam pandang yang singkat,
meninggalkan jejak yang tak sempat.
Rasa—
ia tak butuh suara,
cukup bisik di dada.
Tak terlihat, tapi nyata,
seperti angin yang membawa luka.
Aku menyebutnya rindu,
tapi mungkin itu pilu.
Kau menyebutnya cinta,
tapi bisa jadi hanya tanya.
Mengapa rasa tak bisa diukur?
Mengapa hadirnya tak bisa diatur?
Ia datang saat tak dipanggil,
pergi ketika hati masih menggigil.
Namun, rasa itulah yang membuat kita hidup,
membuat senyuman jadi lebih lembut,
dan air mata tak lagi tabu,
karena setiap rasa, adalah bagian dari waktu.
Post Views: 14